Sejumlah mahasiswa asal Jambi kembali menggelar demonstrasi untuk yang ketiga kalinya di Kantor Gubernur Jambi dengan tema "Mahasiswa Jambi Menggugat." Mereka menyoroti berbagai permasalahan di bawah kepemimpinan Gubernur Alharis yang dianggap belum terselesaikan dan merugikan masyarakat.
Para mahasiswa menuntut penyelesaian atas beragam isu, termasuk RTH Putri Pinang Masak, Konflik Batu Bara, Sport Center, Islamic Center, serta konflik agraria dan konflik Nenek Hafsa. Namun, meskipun sudah menggelar demonstrasi berkali-kali, Gubernur Alharis belum memberikan tanggapan yang memuaskan. Hal ini menyebabkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat kepolisian yang melakukan pengamanan pada Jumat (31/5/2024), mengakibatkan beberapa mahasiswa mengalami luka.
"Sekali lagi, kami sebagai mahasiswa Jambi melakukan aksi dalam jilid ketiga, namun sayangnya Pak Gubernur tidak kunjung menemui kami. Kami bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi dengan Gubernur," ujar Saparudin, Koordinator Umum Aksi Mahasiswa Jambi Menggugat. "Kami sudah mencoba berbagai cara agar gubernur mau bertemu dan menyelesaikan janji serta kinerjanya, namun belum ada hasil yang memuaskan," tambahnya.
Menurut Saparudin, dalam aksi tersebut, mahasiswa memberi julukan kepada Gubernur Jambi, Alharis, sebagai "Raja Pengicuh," karena sering kali memberikan janji-janji namun tidak pernah terealisasi. Mahasiswa menegaskan bahwa mereka tidak ingin berselisih dengan aparat kepolisian, melainkan hanya ingin gubernur turun tangan untuk menyelesaikan tuntutan mereka. Mereka menegaskan bahwa tuntutan mereka tetap sama dengan yang diungkapkan sejak awal, dan mereka akan terus konsisten hingga tuntutan mereka terpenuhi.
Sebelumnya, pada aksi Mahasiswa Jilid II pada 27 Mei 2024, Sekretaris Daerah menjanjikan bahwa dalam waktu 24 jam, mahasiswa akan difasilitasi untuk bertemu langsung dengan Gubernur Jambi. Namun, janji tersebut tidak terlaksana, menyebabkan kekecewaan di kalangan mahasiswa.
"Sebelumnya, Sekda sudah menandatangani surat yang memastikan pertemuan kami dengan Gubernur dalam waktu 24 jam. Namun kenyataannya, kami merasa ditipu. Hal ini menciptakan citra negatif terhadap pihak Pemerintah Provinsi Jambi sebagai pembuat janji palsu," keluhnya.

