Gen Z Makin Doyan Buku! Tapi Indonesia Masih Darurat Literasi

Menu Atas

Gen Z Makin Doyan Buku! Tapi Indonesia Masih Darurat Literasi

Portal Andalas
Rabu, 14 Mei 2025
Bagikan:


Portalandalas.com -
Minat baca merupakan salah satu indikator penting dalam menilai kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Semakin tinggi minat baca masyarakat, semakin besar pula peluang suatu bangsa untuk berkembang secara intelektual, sosial, dan ekonomi. Di Indonesia, minat baca selama ini menjadi sorotan karena dinilai masih rendah dibandingkan negara-negara lain. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren positif yang menunjukkan peningkatan minat baca, khususnya di kalangan generasi muda.

Tren Positif: Data Minat Baca Terbaru

Berdasarkan data terbaru dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), terjadi peningkatan signifikan dalam Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) masyarakat Indonesia. Pada tahun 2023, TGM berada di angka 66,70 dan meningkat menjadi 72,44 pada tahun 2024. Angka ini masuk dalam kategori sedang, namun tetap menunjukkan adanya perkembangan yang menggembirakan.

Tidak hanya itu, Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) juga mencatat pertumbuhan yang cukup signifikan. Pada tahun 2024, IPLM mencapai angka 73,52, mengalami kenaikan sebesar 5,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini memperlihatkan bahwa upaya untuk membangun budaya literasi di Indonesia mulai menunjukkan hasil yang positif.

Preferensi Bacaan di Kalangan Gen Z

Menariknya, peningkatan minat baca ini sebagian besar didorong oleh kalangan generasi muda, khususnya Gen Z. Survei yang dilakukan oleh GoodStats pada November 2024 menunjukkan bahwa 84,7% responden Gen Z di Indonesia mengaku gemar membaca buku. Temuan ini membantah anggapan bahwa generasi muda saat ini hanya terpaku pada media sosial dan konten digital instan.

Dalam hal preferensi, mayoritas Gen Z Indonesia lebih memilih buku fisik dibandingkan e-book. Sebanyak 73,4% responden menyebut bahwa mereka merasa lebih nyaman membaca buku fisik karena sensasi sentuhan dan kemudahan dalam membaca. Selain itu, 70% responden merasa bisa lebih fokus saat membaca buku fisik dibandingkan e-book. Hal ini menunjukkan bahwa buku cetak masih memiliki tempat tersendiri di hati pembaca muda.

Tantangan Masih Menghantui

Meski terdapat peningkatan, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan minat baca masyarakat secara menyeluruh. Salah satu tantangan terbesar adalah kesenjangan antara ketersediaan bahan bacaan dan akses masyarakat terhadap sumber literasi. Tidak semua daerah memiliki perpustakaan yang memadai, dan banyak masyarakat yang belum memiliki kebiasaan membaca dalam kehidupan sehari-hari.

Data dari UNESCO bahkan menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya sekitar 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang, hanya satu orang yang benar-benar gemar membaca. Angka ini jelas menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk membangun budaya baca di Indonesia.

Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya minat baca antara lain:

  1. Akses Terbatas ke Buku dan Perpustakaan: Terutama di daerah terpencil, ketersediaan buku yang sesuai dengan minat dan usia pembaca masih sangat terbatas.

  2. Kurangnya Budaya Membaca di Lingkungan Keluarga dan Sekolah: Membaca seringkali belum menjadi bagian dari kebiasaan harian.

  3. Persaingan dengan Media Digital: Anak-anak dan remaja lebih tertarik pada konten visual seperti video YouTube, TikTok, dan game.

  4. Rendahnya Daya Beli Masyarakat: Harga buku yang relatif mahal membuat banyak orang memilih untuk tidak membeli buku.

Upaya dan Program Pemerintah

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, pemerintah melalui Perpusnas telah meluncurkan berbagai program strategis guna meningkatkan literasi masyarakat. Salah satunya adalah Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), sebuah program yang bertujuan menjadikan perpustakaan sebagai pusat kegiatan masyarakat yang inklusif dan memberdayakan.

Melalui TPBIS, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga menjadi ruang untuk pelatihan keterampilan, literasi digital, diskusi, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan konsep ini, perpustakaan diharapkan menjadi lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat masa kini.

Selain TPBIS, pemerintah juga mendorong:

  • Penyediaan bahan bacaan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan lokal.

  • Pelatihan untuk pustakawan dan tenaga literasi.

  • Kemitraan dengan swasta dan lembaga internasional untuk mendukung kegiatan literasi.

  • Kampanye literasi nasional melalui media sosial dan kegiatan komunitas.

Peran Komunitas dan Generasi Muda

Tak bisa dipungkiri, peningkatan minat baca juga tidak lepas dari peran komunitas literasi dan para influencer di dunia maya, seperti bookstagrammer, booktuber, dan booktokers. Mereka menggunakan platform digital untuk mempromosikan buku-buku menarik, mengulas karya sastra, dan menginspirasi anak muda untuk mulai membaca.

Komunitas-komunitas literasi di berbagai kota juga aktif menggelar acara seperti bedah buku, klub baca, hingga diskusi literasi yang terbuka untuk umum. Ini menjadi ruang penting bagi masyarakat untuk kembali terhubung dengan buku dan menjadikan membaca sebagai aktivitas yang menyenangkan.

Gen Z, dengan kepekaannya terhadap isu-isu sosial dan teknologi, berpotensi besar menjadi agen perubahan dalam membangun budaya baca di Indonesia. Dengan pendekatan yang kreatif dan kolaboratif, generasi muda dapat menciptakan ekosistem literasi yang hidup, dinamis, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Kesimpulan: Harapan Menuju Masyarakat Literat

Peningkatan minat baca di Indonesia merupakan kabar baik yang patut diapresiasi. Meski masih banyak tantangan yang harus dihadapi, tren positif ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, mulai menyadari pentingnya membaca dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan dukungan dari pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, serta individu yang peduli literasi, budaya membaca dapat terus ditumbuhkan dan diperkuat. Harapan ke depan, Indonesia bisa bertransformasi menjadi bangsa yang literat, kritis, dan inovatif—sebuah fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan global di masa depan.

Membaca bukan sekadar aktivitas mengisi waktu luang, tetapi investasi jangka panjang untuk membentuk karakter, memperluas wawasan, dan memperkuat daya saing bangsa. Mari kita terus dukung gerakan membaca, dari rumah, sekolah, hingga ruang-ruang publik lainnya.

oleh: Oriapobo

Baca Juga